Begini Awal Mula Munculnya Tunjangan Hari Raya Bagi Para Pekerja
Setiap menjelang Lebaran Idul Fitri, masyarakat, utamanya para pekerja selalu menanti pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). THR sendiri adalah hak pendapatan untuk para pekerja yang wajib diberikan oleh pemberi kerja jelang hari raya keagamaan. Jumlahnya, disesuaikan dengan berapa lama masa kerja serta agama yang dianut.
Ternyata, THR memiliki sejarah yang cukup panjang dan itu dimulai sejak puluhan tahun yang lalu. Adalah Soekiman Wirjosandjojo, Perdana Menteri Indonesia ke-6 yang pada tahun 1950 mulai menggagas program peningkatan kesejahteraan para pegawai Pamong Praja. Sekarang Pamong Praja lebih dikenal dengan sebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Soekiman menjabat sebagai Perdana Menteri dari Partai Masyumi dengan masa jabatan mulai dari 27 April 1951 sampai dengan 3 April 1952. Dia memimpin sebanyak 17 kementerian.
Saat menjabat Perdana Menteri, fokus program kerjanya adalah pada peningkatan kesejahteraan aparatur negara. Pada akhirnya, lahirlah kebijakan jika Pamong Praja sebaiknya memperoleh tunjangan, menjelang hari raya.
Program tunjangan itu bisa memungkinkan untuk diberikan mengingat pada masa tersebut kondisi ekonomi Indonesia cukup stabil, dan pemerintah pun berani untuk mengambil kebijakan tersebut.
Pada awalnya, THR adalah tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang persekot atau pinjaman awal. Harapannya dengan pemberian tunjangan ini, para pekerja bisa lebih bisa meningkat kesejahteraannya. Nantinya tunjangan itu dikembalikan lagi ke negara, lewat pemotongan gaji bulanan tiap-tiap pekerja.
Waktu itu, besaran tunjangan yang diberikan mulai Rp125 sampai Rp200 untuk setiap orang. Jumlah itu jika disetarakan dengan masa sekarang, diperkirakan Rp1.100.000 sampai Rp1.750.000. Pemberian tunjangan itu tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga sembako.
Pemberian THR hanya untuk pekerja Pamong Praja di masa itu, tentunya menimbulkan kecemburuan sosial dengan pekerja lain, terutama para pekerja swasta. Kelompok buruh pun menggelar aksi demo pada tanggal 13 Februari 1952, menuntut hak yang sama kepada pemerintah.
Mulanya protes itu diabaikan oleh pemerintah, namun Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) terus menyuarakan tuntutan para pekerja swasta untuk bisa ikut merasakan pemberian THR.
Sebagai informasi, di tahun 1940-an, SOBSI merupakan organisasi buruh paling besar di Indonesia. Perkembangannya semakin pesat karena memiliki ikatan kuat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Hingga akhirnya, tuntutan para pekerja swasta yang terus digaungkan dengan ditindaklanjuti berbagai aksi demo di sejumlah tempat, sampai ke telinga Presiden Soekarno.
Meski telah didengar Soekarno, tidak serta merta tuntutan tersebut terwujud. Pemerintah saat itu beberapa kali mengeluarkan surat edaran yang mengimbau tentang pemberian THR oleh para pemberi kerja, antara tahun 1955 sampai dengan 1958.
Karena surat edaran hanya sekedar imbauan, para pekerja swasta pun tidak dijamin akan bisa menerima THR seperti para pegawai negara.
Ahem Erningpraja yang menjabat sebagai Menteri Perburuhan, pada tahun 1961 akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1/1961. Peraturan ini mewajibkan para pemberi kerja untuk memberikan THR kepada para pekerjanya.
Dengan aturan tersebut, para pekerja bakal mendapatkan uang yang jumlahnya sebesar satu kali gaji, apabila telah bekerja di perusahaan terkait paling sedikit tiga bulan.
Menteri Ketenagakerjaan di tahun 1994, menerbitkan aturan baru yang mengubah istilah hadiah Lebaran menjadi Tunjangan Hari Raya (THR) yang dikenal sampai saat ini.
Perubahan kembali terjadi pada tahun 2016, di mana dalam aturan anyar itu pemberian THR bisa dilakukan untuk pekerja paling sedikit telah bekerja selama 11 bulan, dan dihitung dengan proporsional.
Apa Reaksi Kamu?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow